Perkembangan komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Sementara setiap batas geografis dan budaya juga memiliki batasan etika yang berbeda. Setiap negara, bahkan daerah memiliki etika sendiri, begitu pula setiap generasi memiliki etika sendiri. Misalnya saja soal privasi. Masyarakat kolektif seperti masyarakat Indonesia merasa tidak masalah bercerita tentang penyakit yang diderita di media sosial, atau menunjukkan kehangatan suatu hubungan di media sosial, tetapi belum tentu itu dirasakan nyaman oleh masyarakat individualistik. Para orang tua bisa saja merasa biasa bahkan bangga bercerita tentang anak-anaknya, namun belum tentu anak-anaknya nyaman dengan kisah yang diceritakan oleh orang tuanya di media sosial. Begitu juga interaksi digital antar gender, dan antar golongan sosial lainnya. Semua akan memunculkan persoalan-persoalan etika. Artinya dalam ruang digital kita akan berinteraksi, dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural tersebut, sehingga sangat mungkin pertemuan secara global tersebut akan menciptakan standar baru tentang etika.
Secara umum, literasi digital sering kita anggap sebagai
kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acapkali ada
pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling
utama. Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan
sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Lebih dari
itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan pengguna media
digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara
produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang
pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu
mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh
tanggung jawab. Untuk bisa mengetahui sejauh mana pengguna mempunyai kecakapan
dalam memediasi media digital, maka diperlukan alat ukur yang tepat. Berbagai
gagasan mengenai kompetensi literasi digital pun kemudian ditawarkan oleh
beragam organisasi baik komunitas maupun instansi pemerintah yang menaruh
perhatian pada pengembangan literasi digital di Indonesia.

Pentingnya Etis Bermedia Digital
Tanpa disadari kita lebih banyak menggunakan internet dalam
berkomunikasi seperti melalui media sosial (whatsapp, facebook, Instagram)
serta surat elektronik (email) dibanding berkomunikasi secara langsung, karena
kita menganggapnya lebih efektif dan efisien. Hampir 64 persen penduduk di
Indonesia sudah terkoneksi dengan jaringan internet. Mereka berkomunikasi di
dunia digital sama halnya seperti mereka berkomunikasi di dunia nyata. Namun,
internet hadir bagai pisau bermata dua yaitu dapat memberikan manfaat positif
sekaligus memberikan dampak negatif sehingga diperlukan pengetahuan serta kedewasaan.
Demikian pula ragam informasi yang didapatkan juga semakin terbuka baik konten
positif maupun konten negatif. Fenomena orang bisa "bicara semaunya"
dan “bertindak semaunya” di dunia maya dengan komentar kasar, caci maki,
menyudutkan, bahkan menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan)
seakan tidak mudah dibendung. Kemudahan berkomunikasi itulah penyebab
spontanitas yang keluar begitu saja tanpa pikir panjang. Dunia virtual memang
telah menjelma menjadi sebuah "dunia baru" yaitu realitas virtual
bentukan media baru yang sangat bebas, tanpa sekat, nyaris tanpa kontrol, serba
permisif (Astuti, 2015). Perilaku kurang sopan di dunia maya ini menarik
perhatian kita semua, mengapa kebebasan ini bisa menggeser etiket?
Pada sub bab ini, kita mendiskusikan pendekatan etika
terkait kehadiran konten negatif di internet. Pendekatan ini diharapkan dapat
menjadi panduan bagi kita di dalam mengembangkan kompetensi literasi digital
kita. Kita tahu bahwa banyak sekali konten negatif beredar di internet. Apa
yang harus kita lakukan? Modul ini membahas bagaimana etika akan mendorong kita
untuk bersikap aktif di dunia digital, misal dalam mengatasi membanjirnya
konten negatif. Kita juga akan membahas penerapan berbagai kompetensi digital.
Kompetensi digital itu meliputi misal (1) mengapa secara etis kita perlu
melakukan produksi konten positif dan (2) mengapa kolaborasi dengan berbagai
pihak? Etika digital sebagai prinsip-prinsip moral yang mengatur perilaku
seseorang dalam melakukan aktivitas dengan media digital, membantu kita dalam
membuat pilihan-pilihan tindakan yang benar dan sadar. Pada akhirnya, kita
dapat berperilaku baik di dunia digital dan dapat melihat bahwa kita bisa
membantu masyarakat secara positif. Etika digital berorientasi pada penciptaan
“daya tahan digital”. Maksudnya, masyarakat memiliki kemampuan untuk mendapat
manfaat positif dari kehadiran media digital. Daya tahan ini merupakan hasil
kesatuan berbagai kompetensi literasi digital yang dimiliki.
Terima kasih
ReplyDelete