Teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial
intelligence/AI) dengan cloud communications (komunikasi suara dan data
berbasis Internet) mendorong kolaborasi ke level berikutnya atau disebut
cognitive collaboration.
Konsep ini mengubah cara kita berkomunikasi dan
berkolaborasi, bertukar informasi atau data secara mudah, nyaman, dan aman,
sekaligus meningkatkan pengalaman pengguna.
Dalam seminar bertajuk “Cognitive Collaboration-The Next
Level of Digital Transformation” di Jakarta, belum lama ini, PT Multipolar
Technology Tbk dan Cisco membahas manfaatkan teknologi tersebut di era
transformasi digital.
"Perbedaan lokasi, jarak, dan waktu jangan sampai
menghambat aktivitas kita. Koordinasi dan komunikasi kini tidak lagi dibatasi
dengan kubikel dan ruang rapat, namun bisa dilakukan di mana saja sehingga
kinerja dan produktivitas tetap terjaga,” kata Yohan Gunawan, Group Head
Infrastructure Hardware PT Multipolar Technology Tbk, melalui keterangannya,
Rabu (7/8/2019).
Cognitive collaboration merupakan konsep yang diusung Cisco
guna memudahkan komunikasi yang tidak melulu dilakukan di ruang rapat maupun
kubikel kerja, dengan memanfaatkan solusi Cisco Webex. (1)
Video menjelaskan tentang kolaborasi dalam masyarakat digital. (2)
Beberapa tahun terakhir, teknologi informasi terus
berkembang dengan pesat. Hal ini menyebabkan transformasi digital menjadi tak
terelakkan dan berdampak di berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik sosial
maupun budaya. Masyarakat kini memasuki era digital, ditandai dengan mudahnya
penyebaran dan penerimaan informasi melalui internet dan media sosial. Era
digital menghadirkan tantangan dan peluang baru yang harus disikapi dengan
bijak, tak terkecuali di bidang komunikasi.
Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan
sebagai koordinator kegiatan komunikasi publik dan kehumasan di Kementerian
Perhubungan menjawab tantangan ini dengan menyelenggarakan Forum Komunikasi
Publik bertema Kolaborasi dan Sinergi Membangun Reputasi Sektor Transportasi di
Era Digital, pada 7 – 8 Mei 2018 di Batam.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Djoko Sasono
saat membuka forum mengatakan, instansi atau perusahaan yang bergerak pada
sektor transportasi dewasa ini dianggap sangat rentan terhadap perkembangan isu
yang terjadi di tengah masyarakat. Terlebih dengan adanya kemajuan teknologi
informasi melalui media massa dan media sosial, saat ini tidak jarang isu ini
berakhir dengan perspektif negatif akibat adanya distorsi komunikasi di masyarakat.
Untuk itu diperlukan sinergitas antar praktisi komunikasi atau humas seluruh
sektor transportasi.
“Distorsi dalam komunikasi bisa berakibat bahaya. Dengan
demikian kita perlu sama-sama membangun suatu frekuensi, suatu pemahaman
isu-isu yang memang harus kita kelola karena kita ingin nanti tidak hanya
output tapi juga outcomenya juga menjadi lebih menggelegar,” kata Djoko.
Dijelaskan Djoko, tantangan lain humas di sektor transportasi adalah menyamakan
informasi yang disampaikan ke masyarakat. Hal ini menurut Djoko penting dalam
upaya menghindari munculnya distorsi informasi.
Untuk itu menurut Djoko ada tiga hal penting yang harus
dimiliki humas sektor transportasi dalam upaya membangun komunikasi informasi
ke masyarakat yaitu dedikasi, kolaborasi, dan totalitas. Keterlibatan
masyarakat ‘engagement’ yang baik juga diperlukan dalam upaya penyampaian
informasi, membangun reputasi instansi, dan pada akhirnya memperoleh
kepercayaan masyarakat atau public trust.
Djoko berharap pertemuan ini dapat meningkatkan kolaborasi
dan sinergi humas di sektor transportasi dalam membangun reputasi di sektor
transportasi. “Kalau kita total, fokus, berkolaborasi dan bersinergi, saya
percaya kita akan mencapai hasil yang luar biasa,” tutup Djoko.
“Inilah generasi yang kita hadapi sekarang, oleh karena itu
kita harus mampu membaca situasi. Bila kita adaptif (terhadap era digital) maka
kita mampu meneruskan pesan dengan benar kepada mereka,” ujar Gun Gun.
Namun diakui Gun Gun, perkembangan teknologi yang pesat ini
belum diimbangi dengan kesadaran masyarakat untuk dapat memanfaatkan kebebasan
informasi dengan baik. Untuk itu, salah satu peranan pemerintah adalah
menyosialisasikan literasi media digital kepada masyarakat. Literasi media
digital adalah kemampuan untuk menyaring, memilah, memilih, dan memproduksi
pesan-pesan yang terdapat di internet dan media sosial.
Literasi media digital ini amat penting, terutama untuk
menangkal berita bohong (hoax)ataupun informasi-informasi lain yang berpotensi
merugikan pembacanya. Apalagi, masyarakat kini cenderung cepat merespon dan
menyebarkan suatu informasi, terlepas informasi tersebut benar atau tidak,
lebih-lebih bila informasi tersebut dikategorikan sebagai trending topic atau
viral. Padahal trending topic tidak melulu organik (terjadi secara alami),
melainkan dapat diciptakan sesuai dengan kepentingan pihak-pihak tertentu.
Pakar dan Praktisi Komunikasi Digital, Shafiq Pontoh
mengingatkan agar masyarakat berhati-hati dan tidak terjebak dalam ilusi
informasi. “Ilusi ini yang dimanfaatkan banyak pihak yang memahami bagaimana
cara kerja dunia digital. Penting bagi kita untuk juga memahami cara kerja ini.
Jangan sampai kita mempercayai ilusi sebagai sebuah realita,” tegas Shafiq.
Untuk menangkal berita hoax, lanjut Shafiq, ada dua langkah
sederhana yang dapat diterapkan. Langkah pertama adalah dengan menahan diri
untuk tidak terburu-buru menyebarkan informasi dengan bersikap apriori, baik
informasi dari media tak dikenal maupun media mainstream. Hal ini karena media
mainstream sekalipun tidak dapat dijamin 100 persen bebas dari hoax.
Selanjutnya mencermati fakta dan data serta membandingkannya
dengan sumber-sumber lain. Jika dapat, lakukan konfirmasi dengan pihak terkait
sesegera mungkin. “Jangan karena isinya sejalan dengan persepsi dan opini kita
lalu kita menyakininya sebagai sebuah kebenaran,” ujar Shafiq.
Berdasarkan hasil survey yang diinisiasi oleh Asosiasi
Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJI), penetrasi pengguna internet di
Indonesia pada tahun 2017 mencapai 143,26 juta jiwa atau sebanyak 54,68% dari
total seluruh penduduk Indonesia. Jumlah ini meningkat cukup pesat dibandingkan
dengan tahun 2016, dimana jumlah pengguna internet yakni sebanyak 132,7 juta
jiwa. Sementara berdasarkan data dari We Are Social, pengguna aktif media
social di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 79 juta jiwa. Pada tahun 2017,
jumlah ini melonjak cukup tinggi. Tercatat, sebanyak 106 juta jiwa kini
merupakan pengguna aktif media sosial dengan aplikasi Youtube, Facebook, dan Instagram
sebagai aplikasi terpopuler.
Meningkatnya penggunaan internet dan media sosial tak pelak
menggeser perilaku offline menjadi online. Sebagai contoh, interaksi antar
personal yang awalnya dilakukan dengan bertemu dan bertatap muka kini menjadi
online dengan adanya media sosial dan aplikasi chatting, seperti Line atau
Whatsapp. Kini pun orang tak perlu meluangkan waktu dan tenaga untuk pergi
belanja. Cukup belanja secara online, yakni dengan beberapa ketukan di layar
smartphone, maka barang yang diinginkan akan diantar ke pintu rumah. Bahkan
bidang pendidikan pun tak luput dari perubahan ini dengan munculnya layanan
E-learning – belajar melalui jaringan internet.
Mudahnya penyebaran informasi melalui internet dan media
sosial tak hanya memiliki sisi positif, tetapi juga negatif. Sudah tak
terhitung berapa banyak berita palsu atau hoax yang beredar di dunia maya yang
merugikan pihak-pihak tertentu. Bagi para praktisi humas, inilah tantangan
berat yang harus dihadapi.
Salah satu fungsi humas adalah untuk membangun citra dan
reputasi positif bagi instansinya. Fungsi tersebut kini tak dapat lagi hanya
mengandalkan pola-pola lama, tetapi juga harus adaptif terhadap tren komunikasi
terkini yang terus mengikuti dinamika perkembangan teknologi informasi.
Diselenggarakannya Forum Komunikasi Publik ini bertujuan
untuk membentuk kesamaan persepsi dan pola koordinasi antar humas yang efektif
dalam rangka mewujudkan reputasi sektoral yang positif. Selain itu dengan
hadirnya dua pembicara pada pertemuan ini, diharapkan para peserta forum yang
hadir dapat meningkatkan kompetensi dan kapasitasnya sebagai humas, terutama
dalam hal penguasaan terhadap tren komunikasi terkini.
Masyarakat memiliki ekspektasi yang besar dalam sektor
transportasi, khususnya dalam segi pelayanan. Oleh karena itu, humas harus
tanggap terhadap tantangan tersebut, baik dalam menangkap ekspektasi publik
maupun dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Medium yang
paling efisien untuk menyampaikan hal tersebut di era digital ini adalah
melalui internet dan media sosial. Kedua hal ini merupakan materi yang
ditekankan dalam Forum Komunikasi Publik ini. Seluruh hal tersebut tentunya
dilakukan demi mencapai pelayanan publik yang prima dan hal ini hanya bisa
tercapai jika terjadi kolaborasi dan sinergi dari seluruh pihak terkait. (4)
Refrensi
(1) https://www.liputan6.com/tekno/read/4031846/pentingnya-kolaborasi-online-di-era-transformasi-digital
(2) https://www.youtube.com/watch?v=wC1nk-rkx2k
(3) https://informatikasmpn.blogspot.com/2020/02/kolaborasi-masyarakat-digital.html
Terima kasih
ReplyDelete